"Satu-satunya kebijaksanaan sejati adalah mengetahui bahwa Anda tidak tahu apa-apa." - Socrates
Manusia pada mulanya memang tidak tahu tentang apapun alias bodoh.
Tetapi Tuhan menganugerahkan akal kepada manusia untuk berpikir dan
mencari tahu apa yang ia inginkan. Manusia selalu dihantui oleh rasa
penasarannya dan selalu ingin mengetahui segala hal baru yang ia
temukan. Dan tentu saja Tuhan memberi batasan-batasan ilmu pada setiap
makhluk-Nya.
Kita sebagai manusia tidak akan bisa menyamai apalagi melebihi ilmu
Tuhan. Berkelana mengelilingi dunia, mandi kembang tujuh rupa, menyepi
di gua, bersemedi, mengurung diri, bagaimana pun cara itu dilakukan
manusia tak akan pernah mengetahui apa yang Tuhan ketahui. Kecuali jika
Tuhan mengizinkan.
Sungguh manusia itu tak punya apa-apa, namun mengapa sebagian dari
kita tak mampu mengakui hal tersebut. Punya keahlian sedikit tak jarang
menjadi tinggi hati. Padahal itu hanyalah sebuah titipan dari Tuhan Sang
Maha Pemberi. Namun kita tak mau mengerti dan tak mau merendah
dihadapan Tuhan ketika kita sedang menikmati pemberian Tuhan tersebut.
Bagaimana kita bisa tinggi hati jika Tuhan mencabut atau membinasakan
semua yang ada pada diri kita. Sebagai makhluk ciptaan-Nya mustahil bagi
kita untuk menolak apalagi melawan-Nya.
Semua
yang terlihat atau teraba maupun yang gaib atau tidak terlihat adalah
sebagian kecil dari cipataan-Nya. Semua akan kembali kepada-Nya. Dialah
Tuhan Sang Pemilik Alam Semesta "Allah SWT".
Apa yang menjadikan diri kita bangga terhadap suatu kepalsuan dan
membuat kita menjadi lupa kepada-Nya? Mungkinkah kita terpikat oleh
dunia ini? Tentu saja jawabannya "YA!" Karena seseorang yang tidak
tertarik terhadap kepalsuan dunia akan selalu mengingat Sang Pencipta
dan tujuan akhir yang lebih membahagiakan daripada alam fana ini.
Manusia tak mungkin tergoda oleh Kemewahan, Jabatan, Obsesi yang tak
pernah mati, Harta dan Kehormatan jika imannya telah terlapisi baja.
Menyalahkan yang salah lalu dibenarkan dan membenarkan yang benar lalu
ditingkatkan. Itulah kebijakan.
Namun sekarang, kesalahan malah dibela mati-matian dengan sejuta
argumen, fakta dan hukum yang palsu. Agar sesuatu yang dibelanya dapat
memberikan kesenangan pada masing-masing mereka. Tanpa mereka sadari,
mereka telah menikmati kesenangan sementara dan dosa yang abadi.
Menyedihkan bukan? Jadi, pergunakanlah akal dengan bijaksana supaya
yang direspon oleh akalpun akan melahirkan kebijaksanaan pula. Berbeda
dengan akal yang berkarat dan tumpul. Kita akan kesulitan untuk
menyaring suatu hal, mana yang baik dan buruk, yang bermafaat dan yang
merugikan, yang memberikan ketenangan dan keraguan, yang menguatkan iman
dan yang membinasakan. Semuanya kembali kepada diri kita masing-masing.
Jika kita mampu untuk itu maka lakukanlah semuanya sesuai ketentuan
yang dianjurkan Tuhan.
Kita adalah makhluk yang tidak sempurna, banyak kesalahan dan kita harus tahu tentang itu.
Hidup memang sulit, tapi apakah kita akan selalu mengimani kata sulit
itu? Pasrah kepada kesulitan, taat kepada kesulitan, mengeluh kepada
kesulitan, mengadu kepada kesulitan dan mungkinkah kita seorang
penyembah rasa sulit itu?
Kesulitan bukan untuk dituruti dan dita'ati, tetapi kesulitan itu
hasus dilawan, dihancurkan dan dibinaskan. Anggaplah dia musuh yang
merugikan.
Kata sulit adalah candu bagi seseorang yang telah menjadi korban rasa
sulit tersebut. Kesulitan telah menjadi pahlawan baru bagi mereka yang
telah berputus asa. Kesulitan adalah anugerah bagi mereka yang tak mau
mencoba hal baru.
Maukah kita membuang pola pikir yang telah usang dan merugikan diri
sendiri? Maka dari itu, mari kita tumbuhkan pola pikir yang cerdas dan
mau mengakui segala kebodohan, ketidakmampuan diri dihadapan Tuhan.
Karena Dialah Sang Maha Pemberi semua yang ada pada diri kita dan
seluruh alam.
Gunakan akal untuk berpikir secara menyeluruh, jangan mentok pada
suatu permasalahan yang merenggut pribadi dan kepentingan diri.
Adakalanya kita menuruti kepentingan diri sendiri, namun jangan lupakan
sesama kita yang membutuhkan pertolongan. Kita harus rela, ikhlas karena
kepentingan kita harus terhenti sementara untuk membantu orang lain
sedang membutuhkan pertolongan darurat. Kita pasti bisa memposisikan dan
memprioritaskan apa yang seharusnya diutamakan.
Kebijaksanaan
tercipta dari akal yang sehat dan hati nurani yang patut dituruti.
Terkadang hati nurani selalu kita acuhkan, sehingga hanya pemikiran
keliru saja yang diprioritaskan. Padahal kedunya saling menguatkan satu
sama lain. Jika keduanya tidak berdamai atau tidak bekerja sama, maka
kebijaksanaan itu belum sempurna.
Tindakan yang baik dan terukur juga memengaruhi suatu kebijaksanaan.
Tanpa tindakan yang telah terangkai dengan baik, mungkinkah
kebijaksanaan akan tercipta? Mungkin saja iya, karena kebijaksanaan itu
bermacam-macam, tergantung seseorang yang menanggapinya. Kita punya
pengertian masing-masing tentang arti dari sebuah kebijaksanaan. Maka
berbijaksanalah dalam kebijaksanaan.- Shoffan Banany -
(Teh Erna) mohon dimaklumi atas kata-kata yang kurang berkenan.
http://www.ernawatililys.com/