Jumat, 27 November 2015

Kebijaksanaan tercipta dari akal yang sehat dan hati nurani yang patut dituruti




"Satu-satunya kebijaksanaan sejati adalah mengetahui bahwa Anda tidak tahu apa-apa." - Socrates
 Manusia pada mulanya memang tidak tahu tentang apapun alias bodoh. Tetapi Tuhan menganugerahkan akal kepada manusia untuk berpikir dan mencari tahu apa yang ia inginkan. Manusia selalu dihantui oleh rasa penasarannya dan selalu ingin mengetahui segala hal baru yang ia temukan. Dan tentu saja Tuhan memberi batasan-batasan ilmu pada setiap makhluk-Nya.
 Kita sebagai manusia tidak akan bisa menyamai apalagi melebihi ilmu Tuhan. Berkelana mengelilingi dunia, mandi kembang tujuh rupa, menyepi di gua, bersemedi, mengurung diri, bagaimana pun cara itu dilakukan manusia tak akan pernah mengetahui apa yang Tuhan ketahui. Kecuali jika Tuhan mengizinkan.


 Sungguh manusia itu tak punya apa-apa, namun mengapa sebagian dari kita tak mampu mengakui hal tersebut. Punya keahlian sedikit tak jarang menjadi tinggi hati. Padahal itu hanyalah sebuah titipan dari Tuhan Sang Maha Pemberi. Namun kita tak mau mengerti dan tak mau merendah dihadapan Tuhan ketika kita sedang menikmati pemberian Tuhan tersebut. Bagaimana kita bisa tinggi hati jika Tuhan mencabut atau membinasakan semua yang ada pada diri kita. Sebagai makhluk ciptaan-Nya mustahil bagi kita untuk menolak apalagi melawan-Nya.    


  Semua yang terlihat atau teraba maupun yang gaib atau tidak terlihat adalah sebagian kecil dari cipataan-Nya. Semua akan kembali kepada-Nya. Dialah Tuhan Sang Pemilik Alam Semesta "Allah SWT".


 
 Apa yang menjadikan diri kita bangga terhadap suatu kepalsuan dan membuat kita menjadi lupa kepada-Nya? Mungkinkah kita terpikat oleh dunia ini? Tentu saja jawabannya "YA!" Karena seseorang yang tidak tertarik terhadap kepalsuan dunia akan selalu mengingat Sang Pencipta dan tujuan akhir yang lebih membahagiakan daripada alam fana ini.


 Manusia tak mungkin tergoda oleh Kemewahan, Jabatan, Obsesi yang tak pernah mati, Harta dan Kehormatan jika imannya telah terlapisi baja. Menyalahkan yang salah lalu dibenarkan dan membenarkan yang benar lalu ditingkatkan. Itulah kebijakan.
  Namun sekarang, kesalahan malah dibela mati-matian dengan sejuta argumen, fakta dan hukum yang palsu. Agar sesuatu yang dibelanya dapat memberikan kesenangan pada masing-masing mereka. Tanpa mereka sadari, mereka telah menikmati kesenangan sementara dan dosa yang abadi.
 Menyedihkan bukan? Jadi, pergunakanlah akal dengan bijaksana supaya yang direspon oleh akalpun akan melahirkan kebijaksanaan pula. Berbeda dengan akal yang berkarat dan tumpul. Kita akan kesulitan untuk menyaring suatu hal, mana yang baik dan buruk, yang bermafaat dan yang merugikan, yang memberikan ketenangan dan keraguan, yang menguatkan iman dan yang membinasakan. Semuanya kembali kepada diri kita masing-masing. Jika kita mampu untuk itu maka lakukanlah semuanya sesuai ketentuan yang dianjurkan Tuhan.



 Kita adalah makhluk yang tidak sempurna, banyak kesalahan dan kita harus tahu tentang itu.


 
 Hidup memang sulit, tapi apakah kita akan selalu mengimani kata sulit itu? Pasrah kepada kesulitan, taat kepada kesulitan, mengeluh kepada kesulitan, mengadu kepada kesulitan dan mungkinkah kita seorang penyembah rasa sulit itu?
 Kesulitan bukan untuk dituruti dan dita'ati, tetapi kesulitan itu hasus dilawan, dihancurkan dan dibinaskan. Anggaplah dia musuh yang merugikan.
 Kata sulit adalah candu bagi seseorang yang telah menjadi korban rasa sulit tersebut. Kesulitan telah menjadi pahlawan baru bagi mereka yang telah berputus asa. Kesulitan adalah anugerah bagi mereka yang tak mau mencoba hal baru.


 Maukah kita membuang pola pikir yang telah usang dan merugikan diri sendiri? Maka dari itu, mari kita tumbuhkan pola pikir yang cerdas dan mau mengakui segala kebodohan, ketidakmampuan diri dihadapan Tuhan. Karena Dialah Sang Maha Pemberi semua yang ada pada diri kita dan seluruh alam.
 Gunakan akal untuk berpikir secara menyeluruh, jangan mentok pada suatu permasalahan yang merenggut pribadi dan kepentingan diri. Adakalanya kita menuruti kepentingan diri sendiri, namun jangan lupakan sesama kita yang membutuhkan pertolongan. Kita harus rela, ikhlas karena kepentingan kita harus terhenti sementara untuk membantu orang lain sedang membutuhkan pertolongan darurat. Kita pasti bisa memposisikan dan memprioritaskan apa yang seharusnya diutamakan.


 Kebijaksanaan tercipta dari akal yang sehat dan hati nurani yang patut dituruti. Terkadang hati nurani selalu kita acuhkan, sehingga hanya pemikiran keliru saja yang diprioritaskan. Padahal kedunya saling menguatkan satu sama lain. Jika keduanya tidak berdamai atau tidak bekerja sama, maka kebijaksanaan itu belum sempurna.
 Tindakan yang baik dan terukur juga memengaruhi suatu kebijaksanaan. Tanpa tindakan yang telah terangkai dengan baik, mungkinkah kebijaksanaan akan tercipta? Mungkin saja iya, karena kebijaksanaan itu bermacam-macam, tergantung seseorang yang menanggapinya. Kita punya pengertian masing-masing tentang arti dari sebuah kebijaksanaan. Maka berbijaksanalah dalam kebijaksanaan.


 - Shoffan Banany -


(Teh Erna) mohon dimaklumi atas kata-kata yang kurang berkenan.


http://www.ernawatililys.com/

1 komentar: